Kenali Gangguan Disleksia Pada Anak

kenali gangguan disleksia pada anak

Siapa nih yang pernah mendengar atau bahkan melihat anak-anak yang berada disekeliling kita, yang pada usia cukup matang untuk bisa membaca dengan lancar namun dalam kenyataannya masih sering mengalami kesulitan untuk merangkai huruf-huruf menjadi kata dan kalimat, atau mengalami kesulitan untuk membedakan beberapa jenis huruf. Anak-anak yang mengalami kondisi seperti ini tidak sepatutnya terburu-buru diberi stempel sebagai anak bodoh, karena ada beberapa kasus di mana yang berada pada usia yang seharusnya cukup matang untuk bisa membaca, mengeja, dan berbahasa justru mengalami keterlambatan yang dalam bahasa ilmiahnya disebut gangguan Disleksia.

Kasus disleksia pada anak ini mengingatkan saya pada cerita putra sulung saya saat duduk dibangku Sekolah Dasar, ada temannya yang sampai kelas lima SD belum bisa membaca bahkan kerap terbata-bata saat di suruh ibu guru membaca di depan kelas. Sungguh....saya merasa sangat sedih karena anak tersebut kerap diolok-olok temannya, padahal munculnya masalah tersebut bisa jadi karena gangguan disleksia. Sayang, pihak sekolah dan orangtua tidak bisa bekerjasama untuk menuntaskan masalah tersebut, hingga akhirnya teman SD putra saya tersebut terpaksa putus sekolah karena kesulitan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan berikutnya. Semoga di tahun-tahun mendatang tidak ada lagi anak-anak yang mengalami masalah atau gangguan seperti ini tapi tidak tertangani dengan baik oleh pihak terkait. 

Apa sebenarnya gangguan Disleksia yang kerap digaungkan beberapa ahli? Disleksia merupakan gangguan atau kesulitan belajar yang menyebabkan masalah berhubungan dengan membaca, menulis, dan mengeja. Gangguan belajar ini masuk ke dalam gangguan saraf pada bagian batang otak, terutama yang memproses bahasa. Meskipun masalah ini cukup menganggu anak dalam proses belajar, tapi jangan khawatir karena hal ini tidak ada kaitannya dengan kecerdasan seseorang, asalkan bisa tertangani dengan baik sejak dini dan dibimbing oleh seorang yang ahli dalam bidang ini.

Banyak yang masih bertanya-tanya, apa sebenarnya yang menjadi penyebab terjadinya disleksia, terutama pada anak-anak. Disleksia jika bersumber dari para ahli erat kaitannya dengan faktor genetik, dimana seseorang lebih mungkin mengalami disleksia jika memiliki orangtua, saudara kandung, atau pun anggota keluarga lain yang juga mengalami gangguan atau masalah disleksia. Jika ditelusuri, kondisi ini bermula dari bagian otak yang memproses bahasa, dimana area otak yang seharusnya aktif ketika seseorang melakukan aktivitas membaca justru tidak berfungsi dengan baik. Diketahui, ada 3 tipe disleksia, yaitu:

  1. Visiospatial Difficulties, yaitu gangguan yang terjadi bila anak menunjukkan gejala kesulitan untuk membedakan huruf atau angka, misalnya huruf d menjadi b, angka 6 menjadi 9, dan sebagainya. Anak memiliki kecenderungan menghapal bentuk dibandingkan memahami atau mengerti arti dari huruf atau angka tersebut.
  2. Speech Sound Difficulties, yaitu gangguan yang terjadi bila anak sulit mengerti ucapan orang lain, kesulitan untuk mengeja, dan menyusun kalimat.
  3. Correlating Difficulties, yaitu gangguan yang terjadi bila anak mengalami kesulitan dalam memahami bunyi suara, baik saat menulis atau mengucapkannya.
Deteksi dini, sesungguhnya merupakan langkah awal penanganan yang paling tepat untuk mengantisipasi gangguan disleksia pada anak. Untuk melakukan deteksi dini diperlukan diagnosa disleksia yang tepat, yang bisa dilakukan saat si kecil menginjak usia enam atau tujuh tahun karena pada usia inilah anak, sudah memiliki kemampuan membaca yang mapan dan lancar. 

Meskipun demikian, bukan berarti anak di bawah usia tersebut tidak dapat terdeteksi mengalami disleksia, karena disleksia juga dapat dideteksi dengan cara mengamati keterlambatan perkembangan bahasa si anak berdasarkan usia, di mana pada setiap tahapan usia anak akan mengalami kemajuan tumbuh kembang dalam berbahasa yang selalu meningkat setiap saat. Misalnya, ketika usia anak sudah tiga tahun, tetapi kemampuan berbahasanya masih seperti anak usia satu tahun. Untuk kasus seperti ini diperlukan kepekaan orangtua untuk mendeteksi dini apakah si anak mengalami gangguan disleksia atau tidak.

Penanganan dini merupakan cara yang terbaik untuk meminimalisir atau bahkan melenyapkan gangguan disleksia. Semakin cepat seorang anak terdeteksi, semakin baik pula perkembangannya di masa depan. Jika si anak sudah menunjukkan tanda-tanda mencurigakan, orangtua bisa segera mencari pertolongan agar anak segera di observasi. Observasi merupakan tahap yang penting untuk menegakkan diagnosa secara benar apakah anak terkena gangguan disleksia atau tidak. Setelah observasi, barulah kita sampai pada tahapan selanjutnya yaitu melakukan terapi untuk meminimalisir gangguan ini.

disleksia pada anak
Foto: www.canva.com

Untuk kasus gangguan disleksia pada anak, penanganan dapat dilakukan dengan cara melakukan stimulasi dan terapi, seperti berikut ini :

1. Terapi Sensori Integrasi

Tujuan terapi sensori integrasi ini adalah untuk melatih daya konsentrasi anak, yang dapat dilakukan dengan cara melakukan permainan yang melatih koordinasi mata dan tangan seperti menangkap bola, permainan menelusuri garis, mencari jejak, menyamakan bentuk, serta permainan mencari persamaan dan perbedaan benda tertentu.

2. Terapi Wicara

Terapi Wicara merupakan bentuk stimulasi yang berhubungan dengan bahasa. Ada dua cara yang bisa dilakukan dalam sesi terapi wicara ini, yaitu secara berulang-ulang dan bertahap, anak diajarkan untuk mengucapkan satu persatu kata hingga akhirnya mampu merangkai kata tersebut menjadi satu kalimat yang utuh dan memiliki makna, pada sesi ini anak tidak hanya belajar mengucapkan kata secara lisan namun disertai gambar yang mendukung kata tersebut. 

Untuk sesi selanjutnya, terapi wicara bisa dilakukan dengan latihan meniup atau menahan sesuatu di mulut untuk melenturkan otot-otot tertentu di mulut sehingga bisa mengucapkan setiap huruf dengan jelas. Cara ini biasanya diterapkan untuk kasus disleksia yang lambat tertangani.

Terapi yang baik dilakukan dalam jangka pendek, yaitu 3 bulan dan jangka panjang selama 6 bulan. Orangtua akan diberi arahan sehingga secara mandiri dapat memantau perkembangan anak, minimal 3 bulan sekali. Lamanya terapi tergantung pada kondisi anak, apakah gangguannya pada tahap ringan, sedang, dan berat, dan apakah anak dapat menunjukkan kerjasama yang baik selama melakukan terapi. Untuk alasan inilah diperlukan peran serta orangtua untuk selalu mendampingi anak.

Gangguan disleksia tidak bisa dihilangkan secara total hingga anak dewasa, karena kemungkinan untuk salah menulis atau membaca tetap ada, meskipun tidak sebesar sebelum melakukan terapi.. Namun, disleksia bukanlah akhir dari segalanya, karena banyak aktor-aktor top mancanegara yang juga mengalami disleksia dan sukses dalam bidangnya, seperti Tom Cruise, Orlando Bloom, artis Kiera Knightley, dan masih banyak lagi baik dari kalangan aktor dan artis film, kalangan seniman, penyanyi, dan lain-lain. Untuk itu diperlukan dukungan orangtua, keluarga, sekolah, lingkungan sekitar, dan masyarakat, agar anak-anak yang mengalami gangguan disleksia dapat tumbuh secara normal seperti anak-anak lainnya.
Mutia Erlisa Karamoy
Mutia Erlisa Karamoy Mom of 3 | Lifestyle Blogger | Web Content Writer | Digital Technology Enthusiast | Another Blog bundadigital.my.id | Contact: elisakaramoy30@gmail.com

Posting Komentar untuk "Kenali Gangguan Disleksia Pada Anak"