Pangan Olahan Untuk Kondisi Medis Khusus (PKMK), Sebuah Solusi Intervensi Gizi Spesifik Untuk Anak Stunting
“1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) adalah periode terpenting dalam pertumbuhan anak sehingga sering di sebut masa-masa Golden Age, karenanya jangan abaikan rutinitas mengukur tinggi badan dan berat badan bayi sebagai indikator apakah tumbuh kembang si kecil sudah ideal sesuai dengan usianya.”
WHO (World Health Organization) mendefinisikan kegagalan pertumbuhan anak akibat gizi buruk, terkena infeksi berulang, dan kekurangan stimulasi psikososial sebagai stunting, di mana tinggi badan anak berada di bawah standar atau terlihat jauh lebih pendek dari anak seusianya. Sebagai acuan standar tinggi badan anak adalah kurva petumbuhan yang dibuat oleh Badan Kesehatan Dunia atau WHO. Selain terlihat lebih pendek dari anak seusianya, biasanya anak yang terdeteksi mengalami stunting juga memiliki berat badan yang kurang atau terlihat lebih kurus. Tapi jangan juga semua anak yang bertubuh pendek dan memiliki perawakan kurus di curigai mengalami stunting yah, karena anak yang terdeteksi stunting biasanya memiliki tingkat kesehatan yang buruk dan daya tahan tubuh yang lemah akibat infeksi berulang.
Bicara soal infeksi berulang, mengingatkan saya pada pengalaman mengasuh tiga anak yang kesemuanya terdeteksi mengalami alergi susu sapi, padahal susu adalah salah satu asupan nutrisi dan zat gizi yang sangat penting untuk anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Bagaimana mungkin anak yang setiap diberikan susu sapi atau makanan yang berbahan dasar susu sapi pasti mengalami ruam merah pada kulit dan diare bisa tumbuh sempurna seperti anak lainnya? Pikiran ini terus menganggu saya terutama saat baru memiliki anak pertama. Diskusi dan konsultasi bersama dokter anak intens saya lakukan agar semua ketakutan saya akan terhambatnya tumbuh kembang anak saya perlahan hilang hingga kini usia anak pertama saya sudah jelang 17 tahun, tumbuh sehat dan memiliki postur tubuh yang lebih tinggi dari teman sebayanya. Saya termasuk beruntung karena memiliki akses yang cukup untuk mendapatkan pengetahuan dan wawasan tentang kesehatan anak terutama cara mengatasi masalah kesehatan yang anak saya alami, tapi masih banyak ibu-ibu serta orangtua lainnya yang hingga saat ini masih kesulitan untuk mendapatkan akses informasi dan referensi kesehatan sehingga gagal melakukan deteksi dini atas gangguan kesehatan pada anaknya yang mengakibatnya anak tersebut mengalami kegagalan pertumbuhan, yang disebut stunting.
Pengalaman sebagai orangtua yang memiliki anak dengan kondisi medis khusus yang tentu membutuhkan asupan nutrisi dan zat gizi yang lebih maksimal membuat saya sangat beruntung bisa hadir dalam acara Talkshow Nasional dengan tema “Demokratisasi dan Kesehatan Masyarakat: Tantangan Penanggulangan Masalah Gizi Anak Indonesia,” Kamis, 14 November 2019 bertempat di Hotel Le Meridien, Jakarta, yang diselenggarakan The Habibie Center. Ada dua tujuan diselenggarakan talkshow ini, yaitu:
- Memberikan pemahaman komfrehensif mengenai intervensi gizi spesifik yang tepat untuk menanggulangi masalah gizi akibat penyakit pada anak.
- Menghimpun masukan dari para pemangku kepentingan mengenai implementasi Peraturan Menteri Kesehatan No. 29 tahun 2019.
Sebagai lembaga sosial yang menjunjung tinggi demokrasi dan hak asasi manusia, The Habibie Center menyadari bahwa hubungan antara demokrasi dan kesehatan masyarakat sebagai salah satu aspek hak asasi manusia sangatlah berkaitan. Inilah yang mendasari The Habibie Center memberikan perhatian sangat besar pada isu stunting karena anak-anak adalah generasi penerus bangsa dan untuk kedepannya bangsa membutuhkan generasi muda yang tidak hanya berkualitas namun juga memiliki kompetensi handal. Pemerintah sendiri bukannya tidak melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi masalah stunting, berbagai upaya pencegahan sudah dilakukan termasuk terus mengembangkan strategi pencegahan melalui intervensi gizi spesifik dan sensitif. Salah satu langkah nyata yang baru-baru ini dilakukan pemerintah adalah melalui diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 29 tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit di mana dalam kondisi medis khusus, sehingga anak perlu diberikan Pangan Olahan untuk Kondisi Medis Khusus (PKMK) di bawah pengawasan dokter.
Untuk membuktikan apakah PKMK memiliki potensi untuk menurunkan angka prevalensi stunting dengan tingkat keberhasilan yang cukup signifikan, maka dilakukan uji coba di Desa Bayumundu, Pandeglang, Banten yang hanya berjarak sekitar 100 km dari ibukota Republik Indonesia, yaitu Kota Jakarta. Sesungguhnya, dengan diterbitkannya Permenkes No. 29 tahun 2019 ini mampu memberikan harapan dan solusi bagi pasien terutama anak untuk mendapatkan penanganan nutrisi yang tepat secara cuma-cuma dengan anggaran dari pemerintah untuk menuntaskan masalah stunting. Ada beberapa kondisi medis yang berpotensi meningkatkan resiko stunting pada anak, yang sebagian sudah saya jelaskan di awal tadi, yaitu malnutrisi kronis akibat gizi kurang dan gizi buruk, kelahiran premature yang tidak dirawat secara maksimal, Faltering Growth atau gagal tumbuh, bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Alergi protein susu sapi, serta penyakit metabolik lainnya.
Uji coba terus dilakukan dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat, terutama orangtua yang memiliki anak terdeteksi mengalami stunting dengan tata laksana PKMK yang tentunya berada di bawah pengawasan ketat dokter. Pemilihan PKMK sendiri untuk mengatasi masalah stunting bukan tanpa alasan karena PKMK mampu dijadikan solusi untuk mengintervensi gizi spesifik karena merupakan alternatif sumber nutrisi protein hewani yang mudah di konsumsi anak dan nutrisinya sangat padat. Dengan asupan PKMK yang teratur dan di bawah pengawasan ketat tenaga kesehatan, uji coba untuk mengurangi angka stunting di Pandeglang terbukti berhasil meningkatkan berat badan anak secara signifikan dan menurunkan angka prevalensi stunting, setidaknya untuk kawasan Pandeglang. Angka keberhasilan ini tentu saja dipengaruhi oleh optimalnya asupan nutrisi protein hewani sebagai bentuk intervensi gizi spesifik untuk kelompok anak yang beresiko mengalami stunting. Ada dua keunggulan PKMK yang sangat penting diketahui oleh masyarakat, yaitu:
- Dari sisi kandungan nutrisi. Untuk anak yang berusia di bawah dua tahun dan beresiko stunting, maka pertumbuhan harus di kejar sedemikian rupa agar sesuai dengan grafik ideal pertumbuhan tinggi dan berat badan sesuai usianya. Dalam kondisi di mana pangan lokal sehari-hari tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi untuk mengejar ketertinggalan tersebut, maka PKMK hadir untuk membantu orangtua mengentaskan masalah stunting yang di alami si anak, karena kandungan nutrisinya sudah di desain sedemikian rupa sesuai angka kecukupan gizi anak. Tapi jangan biarkan anak mengonsumsi secara berlebihan!
- Dari sisi kemudahan konsumsi. Untuk anak yang dalam kondisi gizi buruk dan mengalami gangguan metabolisme, konsumsi pangan yang bersifat cair tentu akan lebih mudah dan nutrisinya bisa langsung terserap. Untuk itu, PKMK di produksi dalam bentuk cair dan bubuk dan dapat dilarutkan sehingga mudah di konsumsi oleh anak yang mengalami stunting.
Meskipun nyata-nyata penerapan Permenkes No. 29 tahun 2019 tentang PKMK di pandeglang berhasil meningkatkan berat dan tinggi badan anak yang terbelit kasus stunting, namun masih banyak institusi yang mengetahui esensi dan tata laksana yang tertuang dalam Permenkes tersebut, padahal agar masalah stunting bisa teratasi secepatnya apalagi saat ini Indonesia mulai memasuki masa bonus demografi yang sangat sayang jika tidak dioptimalkan, dibutuhkan koordinasi yang intens antara masing-masing institusi yang terkait, pemerintah daerah, dan antar lembaga, karena tanpa implementasi yang terarah kebijakkan PKMK akan sia-sia.
The Habibie Center Dorong Pemerintah Implementasikan Regulasi Penanggulangan Stunting
Uji coba penerapkan Permenkes No. 29 tahun 2019 tentang PKMK di Desa Bayumundu, Pandeglang yang sangat berhasil menurunkan angka prevalensi stunting pada anak terutama yang berusia di bawah dua tahun atau periode emas pertumbuhan, yang menjadi dasar diselenggarakan talkshow nasional oleh The Habibie Center, yang saya hadiri tanggal 14 November 2019 lalu. Tidak hanya itu, pencegahan stunting kini menjadi agenda besar pemerintah di bidang kesehatan, terlebih saat pengenalan Kabinet Indonesia Maju Jilid II awal bulan lalu, Presiden Joko Widodo mendesak penanggulangan stunting dan fokus pada hasil. Tingkat prevalensi stunting yang sebesar 30,8 persen di Indonesia (sumber data Riskesdas 2018) menunjukkan perlu langkah yang nyata dan efektif untuk segera mengentaskan kasus stunting pada anak dan menurunkan angka prevalensi kasus stunting.
Dalam rangka mendorong pemerintah agar mengimplementasikan regulasi penanggulangan stunting sesegera mungkin, dalam acara talkshow nasional yang bertemakan “Demokratisasi dan Kesehatan Masyarakat: Tantangan Penanggulangan Masalah Gizi Anak Indonesia,” The Habibie Center menghadirkan pembicara yang tidak hanya expert dalam bidangnya namun juga memiliki akses untuk ikut berperan menuntaskan status stunting pada anak. Sebagai pembuka acara, Ketua Dewan Pengurus The Habibie Center, Prof. Dr. Sofian Effendi menyatakan, “Tugas kita adalah menjaga apakah anggaran kesehatan sebesar 5,2 persen dari APBN sebesar 220 trilyun akan menghasilkan kondisi kesehatan yang lebih baik. Kebijakkan public perlu diintervensi dengan semangat demokratisasi agar implementasinya bisa fokus pada hasil dan tujuan.”
Selanjutnya, masuk pada acara inti dari takshow nasional dengan kehadiran beberapa narasumber yang expert dan ahli dalam bidangnya, serta tentunya ada sebagian yang memiliki akses terhadap kebijakkan pemerintah. Talkshow di awali dengan pemaparan materi dari Prof. Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K), yang merupakan Ketua Pokja Antropometri Kementerian Kesehatan RI dan Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi dan penyakit Metabolik, FKUI-RSCM. Beliau memaparkan kenyataan betapa stunting tidak hanya menyebabkan gangguan pada fisik anak namun juga gangguan pada perkembangan otak anak sehingga kasus stunting pada anak menimbulkan masalah yang lebih kompleks. Ini bukan omong kosong, karena beliau sudah membuktikan melalui berbagai penelitian dan uji coba yang baru saja dilakukan di Desa Bayumundu, Pandeglang yang berhasil menurunkan angka stunting pada anak. Dalam kesempatan ini, beliau memaparkan, ”Untuk mencegah stunting diperlukan pemantauan status gizi yang benar, tata laksana rujukan berjenjang hingga intervensi gizi spesifik dengan PKMK yang memiliki karakteristik mudah di konsumsi oleh anak stunting yang memiliki masalah metabolisme tubuh. Nutrisi dari PKMK lebih mudah terserap oleh anak dan pastinya zat gizi yang dibutuhkan anak juga lebih optimal.” Lebih lanjut beliau memaparkan bahwa selain intervensi gizi spesifik dengan PKMK, orangtua juga harus tahu bahwa asupan protein hewani sangat penting untuk memutus rangkaian kasus stunting yang dialami anak, misalnya dengan mengonsumsi ikan dan telur.
Sesi selanjutnya, berbincang bersama Ibu Inti Mudjiati, Kasubdit Penanggulangan Gizi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI yang memaparkan,”Pertengahan tahun ini, Kementerian Kesehatan telah mensahkan Permenkes No. 29 tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi Pada Anak Akibat Penyakit. Permenkes ini mengatur mengenai Pangan Olahan untuk Kondisi Medis Khusus (PKMK) yang diprioritaskan untuk anak dengan resiko tinggi gagal tumbuh untuk mencegah berlanjut menjadi stunting. Peraturan ini merupakan suatu terobosan untuk mengimplementasikan pencegahan serta penuntasan kasus stunting pada anak yang fokus pada hasil signifikan untuk menurunkan angka prevalensi stunting. Namun tentu saja, Kemenkes tidak bisa berdiri sendiri, dibutuhkan dorongan dan dukungan pihak terkait agar tujuan disahkan Permenkes ini bisa berhasil.”
Selain dua narasumber yang kompeten dalam bidangnya tersebut, hadir juga narasumber lain, seperti Dr. Nihayatul Wafiroh, MA selaku Wakil Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat RI serta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas yang diwakili oleh Deputi Menteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Subandi menuturkan, “Terdapat dua prioritas utama di bidang kesehatan yang sudah dituangkan dalam RPJMN 2020-2024, yaitu penurunan angka kematian ibu dan penurunan prevalensi stunting. Kami memiliki target yang cukup ambisius untuk menurunkan stunting hingga 19% pada tahun 2024 dan hal ini perlu diikuti dengan intervensi yang konvergen. Jika tidak, potensi kerugian ekonomi setiap tahunnya akibat stunting adalah 2-3% dari GDP. Untuk itu, mari kita bersama-sama fokus untuk memastikan agar intervensi yang kita miliki tidak hanya terkirim (sent), tetapi tersampaikan (delivered) ke masyarakat.”
Acara Talkshow Nasional ini kemudian ditutup dengan pemaparan dari Ibu Dr. drg. Widya Leksmanawati Habibie, M.M, Associate Fellow, The Habibie Center, yang menyatakan tingginya angka stunting merupakan cermin ketidaksetaraan sosial dan hal ini tentu saja berkaitan erat dengan demokratisasi. Untuk itu, The Habibie Center menyampailan 7 rekomendasi terkait penanganan stunting, yang terdiri dari:
- Balita di timbang dan di ukur setiap bulan di Posyandu, agar lebih akurat lengkapi alat ukur sesuai standar WHO di Posyandu.
- Mengesahkan revisi Permenkes Antropometri Anak untuk deteksi tumbuh kembang balita.
- Perbaiki buku KIA untuk memperbaiki pola MPASI dengan Protein Hewani.
- Beri bantuan protein hewani (termasuk susu) untuk keluarga yang memiliki balita terutama yang masih berusia di bawah dua tahun.
- Latih dokter, bidan, ahli gizi, dan kader untuk mendeteksi stunting dan intervensinya.
- Sediakan PKMK (pangan Olahan untuk Kondisi Medis Khusus) untuk membantu menurunkan angka stunting dengan kondisi khusus, yaitu gizi buruk, gizi kurang, gagal tumbuh, kelahiran premature, alergi susu sapi, dan kelainan metabolic.
- Naikkan anggaran intervensi gizi spesifik dalam anggaran stunting bukan hanya 30% namun harus lebih besar lagi.
Acara talkshow dan diskusi ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih pemikiran dan kolaborasi lintas pemangku kepentingan untuk saling berkomitmen bersama mempercepat penurunan angka prevalensi stunting nasional. Rangkaian acara talkshow nasional dan diskusi ini berakhir dengan sesi tanya jawab yang begitu di buka langsung di sambut antusias oleh peserta yang hadir, menunjukkan betapa masalah stunting pada anak ini telah lama menjadi fokus perhatian semua masyarakat. “Adalah tugas kita bersama untuk mengawal implementasi prioritas alokasi anggaran untuk menyediakan intervensi gizi spesifik. Dengan anggaran yang efektif diharapkan akan semakin banyak anak Indonesia yang tertolong dan mendapatkan hak untuk tumbuh serta berkembang dengan optimal dan sehat melalui penanganan gizi yang tepat,” demikian kata penutup dari Dr. Widya.
Saya sebagai ibu dari tiga anak, di mana ketiganya mengalami kondisi yang jika tidak segera diantisipasi dengan langkah yang tepat juga bisa berpotensi gagal tumbuh, merasa mendapat banyak referensi dan informasi, terutama tentang pentingnya intervensi gizi spesifik untuk beberapa kasus medis tertentu. Selain itu, saya juga mendapatkan sebuah informasi berharga bahwa anak terutama yang masih berusia di bawah lima tahun membutuhkan asupan protein hewani yang maksimal sebagai sumber nutrisi dan zat gizi yang bisa membantu optimalnya tumbuh kembang anak, baik dari sisi postur tubuh maupun perkembangan otak. Semoga kedepannya, setelah diselenggarakannya talkhshow nasional oleh The Habibie Center ini, kerjasama yang baik akan terjalin lebih erat lagi sebagai upaya untuk menanggulangi masalah gizi anak Indonesia, terutama kasus Sunting pada anak, karena anak adalah generasi muda harapan bangsa di masa depan.
24 komentar untuk "Pangan Olahan Untuk Kondisi Medis Khusus (PKMK), Sebuah Solusi Intervensi Gizi Spesifik Untuk Anak Stunting"
makasiii edukasinya Mak.
Tapi benar, jangan juga semuanya dicurigai stunting krn ada faktor genetika juga.
paling harus mendapat perhatian ekstra golongan ekonomi bawah.
Btw TFS ya