Media Sosial Tetaplah Celah Terbaik Untuk Edukasi ASI
Tulisan ini sebagai tanggapan terhadap artikel yang ditulis Mak Istiana Sutanti yang berjudul "ASI dan Perkembangan Media Sosial," dapat diakses melalui website KEB (Kumpulan Emak Blogger). Yap...masalah ASI dari tahun ke tahun selalu menjadi topik yang paling oke untuk dibicarakan, ditulis, bahkan diperdebatkan. Bahkan, pro dan kontra masalah ASI ini semakin menghangat saat media sosial semakin berkembang di kalangan masyarakat, dan siapa saja bisa menuliskan apa saja yang ada di pikirannya melalui ruang maya dan begitu menekan tombol send maka tulisan tersebut bisa terbaca semua orang. Seperti yang ditulis Mak Istiana, ada dua kubu yang mempertentangkan soal ASI ini. Eitsss...bukan mempersoalnya masalah pemberian ASI kepada bayi lho karena bagaimanapun ASI tetaplah asupan yang terbaik untuk buah hati tercinta.
Gambar : Pixabay.com |
Agak sedikit Out of Topic, dulu ketika hamil anak pertama tidak pernah terlintas untuk memberikan asupan pertama selain ASI, alasannya cuma satu...kata mama ngasih ASI itu enak ngak perlu repot bangun tengah malam buat bikin susu atau dengan kata lain lebih praktis dan murah pastinya. Ternyata harapan tidaklah seindah kenyataan, karena saat memasuki bulan terakhir saya terkena cacar air yang membuat saya harus melahirkan lebih dini dari perkiraan dan menjalani fase pengobatan setelah melahirkan, akhirnya saya tidak bisa memberikan ASI. Masa itu, 14 tahun yang lalu, akses informasi belumlah seperti sekarang dan treatment agar bisa memberikan ASI kembali tidak mudah di dapat hingga akhirnya saya tidak memberikan ASI sama sekali kepada si sulung.
Tapi tidak dengan anak kedua dan ketiga yang full ASI, meskipun media sosial saat itu belum seperti sekarang, namun informasi tentang ASI banyak saya dapatkan dari majalah dan buku serta modal keinginan kuat untuk memberikan ASI. Alhasil, dengan komunikasi yang satu arah tanpa drama saya bisa melewatkan masa pemberian ASI untuk anak kedua dan ketiga saya. Lantas apa hubungannya dengan media sosial? Dengan kata lain, saya hanya ingin mengatakan bahwa sesungguhnya tanpa gembar-gembor apalagi sampai diperdebatkan, memberikan ASI adalah naluri dasar seorang ibu yang berkembang seiring pertumbuhan si jabang bayi hari demi hari. Tapi kadangkala seiring berjalannya waktu sering terjadi hal-hal di luar batas kemampuan kita yang membuat keinginan memberikan ASI secara eksklusif buyar seketika.
Tapi, baik ketika terpaksa harus memberikan sufor pada si sulung atau beruntung bisa memberikan ASI eksklusif pada dua anak yang lain, tetap saja ada informasi penting yang dahulu tidak pernah saya ketahui, dan baru saya ketahui saat ini setelah akses informasi melalui media sosial mengalir dengan deras. Meskipun saya termasuk enjoy menanggani hirup-pikuknya dunia media sosial ketika membahas kontroversial ASI, tapi tak urung saya merasa sedikit sedih, mengapa ya dulu saya tidak pernah tahu cara ini atau melakukan itu untuk anak-anak saya. Tidak hanya terbatas masalah ASI saja, melainkan juga masalah nutrisi dan lainnya. Dengan kata lain, menurut saya dibalik hiruk-pikuknya masalah ASI, tetap saja aja poin-poin penting yang akan mengedukasi para ibu semua, bahkan termasuk calon ibu lho.
Tapi, baik ketika terpaksa harus memberikan sufor pada si sulung atau beruntung bisa memberikan ASI eksklusif pada dua anak yang lain, tetap saja ada informasi penting yang dahulu tidak pernah saya ketahui, dan baru saya ketahui saat ini setelah akses informasi melalui media sosial mengalir dengan deras. Meskipun saya termasuk enjoy menanggani hirup-pikuknya dunia media sosial ketika membahas kontroversial ASI, tapi tak urung saya merasa sedikit sedih, mengapa ya dulu saya tidak pernah tahu cara ini atau melakukan itu untuk anak-anak saya. Tidak hanya terbatas masalah ASI saja, melainkan juga masalah nutrisi dan lainnya. Dengan kata lain, menurut saya dibalik hiruk-pikuknya masalah ASI, tetap saja aja poin-poin penting yang akan mengedukasi para ibu semua, bahkan termasuk calon ibu lho.
Tidak hanya sebagai channel edukasi ASI yang tepat, media sosial juga menjadi media yang tepat untuk berbagi, sharing, dan membangun komunikasi yang intens dengan pihak-pihak yang mungkin sangat dibutuhkan para ibu lho. Artinya, dibalik ruwetnya masalah war-war para ibu di media sosial, tetap ada manfaat positif yang mungkin baru bisa dicerna setelah sesi hibernasi diri tiba. Percayalah, di balik anak-anak yang berjiwa besar alias setelah bertengkar lima menit kemudian berbaikan kembali, selalu ada ibu-ibu manis yang telah mendidiknya dengan baik.
Kembali lagi ke ASI, saya hanya ingin berbagi pengalaman di mana saya sejak kecil mengalami masalah kesehatan, yaitu alergi. Gangguan kesehatan berupa alergi ini saya dapatkan dari pihak keluarga ayah saya, artinya keturunan. Secara otomatis, gangguan ini juga di alami anak-anak saya, dan celakanya saya tidak mempunyai pengetahuan yang cukup untuk mengantisipasi masalah ini. Ternyata, gangguan alergi ini cepat bereaksi apabila si bayi diberikan susu formula, dan kondisi inilah yang saya alami selama bertahun-tahun dengan si sulung. Tahun-tahun pertama, hampir tiga atau empat bulan sekali alergi anak saya kambuh dengan indikasi bercak-bercak merah di wajahnya dan pastinya sangat gatal. Bila sudah kambuh, selain obat biasanya dokter anak menyarankan untuk sementara diberikan susu kedelai. Alamak...jaman itu susu kedelai untuk bayi harganya mahal, dan si sulung termasuk peminum susu yang aktif. Biasanya, saya siasati setelah masa alerginya usai, kembali mengkonsumsi sufor yang lama.
Tapi, kondisi ini tidak saya alami pada anak kedua dan ketiga saya, karena full ASI si alergi hampir tidak pernah menganggu kesehatan keduanya, justru setelah masuk sesi MPASI terkadang gangguan alergi muncul terhadap jenis bahan makanan tertentu. Informasi betapa ASI menjadi asupan terbaik untuk si bayi terutama yang mengalami gangguan alergi banyak saya baca dari share di media sosial. Meskipun masa memberikan ASI sudah usai, namun informasinya penting untuk saya bagikan kelak dengan anak-anak, betapa di dalam tiap tetes ASI megandung aneka zat-zat yang sangat berguna untuk imunitas si bayi yang masih sangat rentan terhadap gangguan kesehatan dari luar. Namun, apapun itu pilihan terbaik tetaplah di tangan ibu, sufor atau ASI...seorang ibu tetap akan memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya, seperti yang di tulis Mak Istiana Sutanti dalam artikelnya di website Kumpulan Emak Blogger.
"Being Happy Mom," adalah jauh lebih penting untuk perkembangan kesehatan dan kebahagiaan anak-anak, jangan sampai masalah ASI, ibu menjadi baper alias bawa pikiran, akhirnya mempengaruhi kualitas asupan nutrisi lainnya yang sangat penting untuk si kecil. Alangkah lebih baiknya jika war-war digantikan dengan sharing, berbagi informasi, berempati, dan saling support, karena poin-poin ini sangat penting untuk meningkatkan kualitas pengasuhan si kecil menghadapi masa depan yang sarat tantangan.
Posting Komentar untuk "Media Sosial Tetaplah Celah Terbaik Untuk Edukasi ASI"
Posting Komentar