Sekolah Berbasis Kearifan Lokal Impian

Pernahkah diajarkan cara menyelamatkan diri jika terjadi gempa bumi atau bahaya kebakaran di sekolah formal? Sejak TK hingga duduk di bangku Perguruan Tinggi, saya tidak pernah diajarkan bagaimana melindungi diri jika terjadi bencana alam, padahal saya lahir, dibesarkan, dan bersekolah di daerah yang termasuk kategori rawan bencana alam, seperti gempa bumi. Bahkan hampir 20 tahun yang lalu, daerah tersebut terjadi bencana alam berupa gempa bumi yang cukup dahsyat dan nyaris meluluhlantakan kota yang paling dekat dengan sumber gempa tersebut. Bukan hanya harta benda yang hancur, gempa bumi tersebut memakan korban jiwa yang cukup banyak. Atau, masih segar dalam ingatan kita bagaimana dahsyatnya bencana tsunami yang melanda Propinsi Aceh, terutama kota Banda Aceh yang memakan korban jiwa sangat banyak.
 
Indonesia, secara geografis memang rentan terhadap terjadinya bencana alam, mulai dari gempa bumi, tsunami, hingga letusan gunung berapi. Hal ini disebabkan pergerakan lempeng-lempeng tektonik. Pergerakan lempeng ini menyebabkan terbentuknya gunung berapi dan palung yang membentuk lingkaran api pasifik atau cincin api pasifik (Ring of Fire) dan sabuk Alpide. Disebut cincin api pasifik karena merupakan barisan gunung berapi yang mengelilingi Samudera Pasifik, selain itu daerah ini disebut juga sabuk gempa pasifik karena daerah yang dilaluinya sering mengalami gempa. Dan Indonesia adalah salah satu negara yang dilalui cincin api pasifik dan sabuk alpide, sehingga memiliki deretan gunung berapi yang aktif dan rawan terjadi gempa bumi.

Meskipun tidak semua daerah di Indonesia dilingkari oleh cincin api pasifik, namun rasanya tidaklah berlebihan jika sejak dini anak-anak diajarkan mitigasi bencana jika terjadi bahaya bencana alam. Bahkan jika bertempat tinggal di lingkaran cincin ini, pelajaran mitigasi bencana harus ditingkatkan.

mitigasi bencana di sekolah
Gambar dari sini
Itu baru satu sisi, disisi yang lain kita seharusnya bersyukur bahwa Indonesia dianugerahi alam yang sangat subur dan kaya akan flora serta fauna. Bahkan hutan di Kalimantan sering disebut sebagai paru-paru dunia, penyuplai oksigen bagi masyarakat dunia untuk tetap hidup, bernapas, dan beraktivitas. Pernahkan terpikirkan untuk menjadikan cara menjaga kelestarian lingkungan sebagai salah satu pelajaran yang diajarkan di sekolah formal, bukan cuma kegiatan yang sifatnya seremonial atau extra kurikuler semata tanpa membekas di hati para siswa di sekolah.

Belum lagi masalah budaya dan bahasa daerah yang seharusnya wajib kita pelihara dan lestarikan sebagai bagian dari identitas bangsa Indonesia di antara masyarakat dunia. Melestarikan budaya dan bahasa daerah bukan hanya dalam bentuk belajar tari-tarian dan pelajaran bahasa daerah semata, namun jauh dari itu yaitu mengenal nilai, norma, dan prinsip keluhuran budi yang terkandung dalam budaya, dan merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari, dalam hal ini di sekolah.

Janganlah kita lengah, karena nasib bangsa sangat ditentukan oleh kualitas generasi muda yang saat ini sedang menuntut ilmu di sekolah-sekolah, dan diantara mereka ada anak-anak kita, termasuk anak-anak saya. Mungkin itulah merupakan esensi dari pendidikan karakter yang seharusnya mulai ditanamkan pada anak-anak melalui bentuk pengajaran secara formal yaitu sekolah.

Anak-anak bukanlah robot yang setiap hari harus menelan beragam materi dalam bentuk narasi di buku pelajaran sekolah, pertanyaan yang harus dijawab sesuai dengan materi, atau melakukan kegiatan praktek seperti yang termaktub dalam buku pelajaran tanpa ada kreasi sama sekali apalagi relevansinya dengan kehidupan dan masa depan anak. Anak adalah manusia yang memiliki cipta, rasa, dan karya sendiri, melalui karya anak akan belajar bagaimana mengolah daya cipta dalam bentuk pengembangan imajinasi dan mengolah rasa dalam bentuk perilaku atau sifat yang luhur dan terpuji.

Saya ingat, meskipun hanya sebagian kecil dari pelajaran keterampilan yang diajarkan ketika SMP tentang bagaimana cara menenun kain tapis secara tradisonal, karena saya bersekolah di daerah penghasil kain tersebut. Dari kegiatan tersebut, saya bukan hanya belajar cara menenun atau seni tradisional, namun juga belajar kesabaran, ketekunan, dan proses. Dari nilai-nilai luhur ini anak-anak belajar bahwa kemajuan dan kesuksesan tidak bisa di raih dengan instan, untuk menghasilkan selembar kain yang bagus dan bisa dijual dengan harga yang mahal harus melalui tahapan pengerjaan yang membutuhkan waktu yang lama dan tingkat ketelitian yang tinggi. Selain itu, seni ini juga melatih daya konsentrasi dan kefokusan anak. Hal di atas hanyalah sebagian kecil dari banyaknya seni dan budaya tradisional yang dimiliki tiap daerah di Indonesia. Karena Indonesia, terdiri dari puluhan bahkan ratusan suku yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Tiap suku dan daerah pastilah memiliki budaya dan adat istiadat sendiri yang jika digali dan dibagikan pada anak-anak melalui pelajaran di sekolah daerah tersebut bukan hanya akan memperkaya khazanah penyebaran budaya nusantara namun juga mencetak generasi muda yang berkarakter dan paham akan akar budayanya.

Sekolah Berbasis Kearifan Lokal
Gambar dari sini
Bukan hanya budaya, kearifan lokal juga memiliki potensi alam yang menjanjikan dalam bentuk sumber daya alam yang nyaris dimiliki sebagian besar daerah di Indonesia. Dengan sekolah berbasis kearifan lokal, peserta didik di rasa akan mampu bersilahturahmi dengan alam disampingnya. Seperti contoh, sekolah di mana daerah tersebut dikenal sebagai penghasil komoditi pertanian maka materi tentang bagaimana membangun pertanian menjadi lebih maju akan terasa lebih membumi jika dijadikan sebagai bahan pelajaran di sekolah. 

Lalu, bagaimana dengan anak-anak yang tinggal dan bersekolah di kota-kota metropolitan? Meskipun telah berubah menjadi kota metropolitan, akar budaya asli kota tersebut tetap masih ada dan seharusnya tetap tumbuh subur dan tidak tergerus oleh modernisasi kota. Mungkin sudah saatnya khazanah budaya lokal yang kaya dikaji dan digali guna menyempurnakan kurikulum dan pendidikan yang ada di Indonesia. Mengajarkan kearifan lokal kepada peserta didik, berarti juga mengajarkan budaya atau entitas budayanya sendiri, ketika peserta didik sudah mengenal budayanya, maka ia akan maju dan mempunyai karakteristik bangsa Indonesia yang tentunya berbeda dengan bangsa lain.

Kita punya segalanya, laboratorium budaya dan alam yang sangat kaya, dan jika dieksplorasi dalam bentuk pendidikan formal akan menghasilkan generasi muda yang membumi, berkarakter, tangguh, dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi akan nasib bangsa ke depan.

Semoga dengan sekolah berbasis kearifan lokal tidak akan ada lagi sekolah yang menjenuhkan, biaya mahal, tidak terawatnya alam dengan baik, serta matinya kemakmuran-kemakmuran lokal akibat ketidaktahuan peserta didik (murid-murid) akan potensi alam, serta akan mencerahkan kebingungan-kebingungan mencari pekerjaan akibat sempitnya lahan kerja. Mereka akan mampu menciptakan lahan kerja dengan bekal pendidikan yang telah diserapnya di dalam sekolah.


Total : 965 kata.

Tulisan ini diikutsertakan dalam Give Away : Sekolah Impian

Sumber referensi tulisan :
Mutia Erlisa Karamoy
Mutia Erlisa Karamoy Mom of 3 | Lifestyle Blogger | Web Content Writer | Digital Technology Enthusiast | Another Blog bundadigital.my.id | Contact: elisakaramoy30@gmail.com

Posting Komentar untuk "Sekolah Berbasis Kearifan Lokal Impian"