MABUHAY FILIPINA, DI ANTARA KEBEBASAN DAN KEHATI-HATIAN

Filipina merupakan salah satu anggota ASEAN sekaligus negara tetangga Indonesia yang sama-sama merupakan negara kepulauan. Salah satu keunikan Filipina dibanding negara-negara lain yang berada di kawasan Asia Tenggara adalah satu-satunya negara yang berpenduduk mayoritas Katolik. Negara Filipina dalam beberapa dasawarsa merupakan adalah salah satu negara yang paling maju di Asia setelah Perang Dunia II. Namun, masa kejayaan itu seolah tidak tampak lagi pada saat ini. Pertumbuhan ekonomi mengalami kemunduran yang disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya stabilitas politik dan korupsi yang meluas.

SEKILAS SEJARAH NEGARA FILIPINA

Sejarah Filipina dipercaya muncul sejak 30.000 tahun yang lalu. Kedatangan pertama orang barat di Filipina adalah Ferdinand Magellan. Ia datang ke salah satu pulau di Filipina yang bernama pulau Homonhon, pada 16 Maret 1521. Sebelum kedatangan Magellan ke pulau Homonhon, suku-suku Negrito banyak berdiam di Filipina, Akan tetapi, lama kelamaan suku Negrito ini banyak digantikan oleh orang Austronesia.

Filipina merupakan negara jajahan Spanyol, di mana bangsa Spanyol pada awalnya bertujuan untuk menguasai rempah-rempah yang bernilai sangat tinggi di Eropa. Dan penjajahan itu berlangsung selama tiga setengah abad lamanya, serta kuat dugaan bahwa nama Filipina merupakan nama pemberian Raja Spanyol yang pada saat ini memerintah, yaitu Raja Felipe II. Masa-masa penjajahan asing ini sangat mempengaruhi kebudayaan dan masyarakat Filipina, termasuk agama yang sampai saat ini merupakan agama mayoritas penduduk di Filipina.

Filipina merupakan satu-satunya negara di Asia yang sangat dipengaruhi oleh budaya barat, contohnya saja nama orang di Filipina kebanyakan berbau Spanyol dan rata-rata upacara pernikahan dilangsungkan dengan budaya ala barat khususnya Amerika. Padahal secara ras, penduduk Filipina mempunyai kemiripan dengan orang Indonesia yang tergolong dalam rumpun Malayo-Polynesia. Seperti juga dengan Indonesia, penduduk Filipina terdiri dari bermacam-macam suku dan bahasa, namun yang menjadi bahasa nasional resmi adalah bahasa Tagalog yang berasal dari suku mayoritas di Filipina, yaitu Suku Tagalog.

Bangsa Filipina dan Indonesia mempunyai banyak kesamaan dari segi bahasa, hal ini dikarena kedua negara berasal dari satu rumpun, yaitu Malayo-Polynesia. Biarpun banyak kata-kata yang sama, namun belum tentu arti kata-kata tersebut sama dalam bahasa Indonesia. Misalnya "Tahanan" atau "Hukuman," dalam bahasa Filipina tahanan berarti rumah, sedangkan hukuman berarti pengadilan. Pendatang baru yang berasal dari Indonesia umumnya sangat antusias dengan kalimat pendek "Sandali Lang," karena bila kata ini diucapkan dengan cepat akan terdengar bagi orang Indonesia sebagai "Sandal (H)ilang"...padahal dalam bahasa Filipina berarti sebentar (sandali) saja (lang).

FILIPINA : DI ANTARA KEBEBASAN BEREKSPRESI, MENGAKSES INFORMASI, DAN BATASAN-BATASANNYA

Dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara, Filipina berbeda dalam hal kebebasan atau demokrasinya. Boleh di bilang bahwa setelah runtuhnya pemerintah Ferdinand Marcos, Filipina seolah merasakan euphoria kebebasan dalam kebebasan berekspresi (dalam hal ini pers) dan mengakses semua informasi. Kebebasan ini kemudian banyak menimbulkan masalah, karena menjadi kebablasan. Pers dengan entengnya menjadikan pejabat-pejabat pemerintahan termasuk presidennya sebagai sasaran kritik dan bahan olok-olokan tanpa menimbulkan masalah.

Supreme Court of Filipina
Supreme Court of The Philippines
Bagaikan pisau bermata dua, kebebasan bisa mengakibatkan kemajuan namun juga menjadi suatu kemunduran karena kebebasan yang kebablasan serta tidak bertanggung jawab bukan tidak mungkin akan menimbulkan konflik baru, baik horizontal maupun vertikal. Meskipun secara nyata, Filipina dalam hal kebebasan berekspresi dan mengakses informasi tidak mempunyai hambatan yang berarti, namun terkadang ada konflik-konflik kearah kekerasan yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari kebebasan tersebut.

Secara umum, Filipina bukanlah termasuk negara yang mengekang penduduknya dalam hal kebebasan berekspresi dan mendapatkan informasi, karena selain latar belakang budaya Filipina yang memang dekat dengan budaya barat yang sangat mengutamakan Freedom dalam segala hal, sistem pemerintahan Filipina yang lebih terbuka memungkinkan Filipina memberikan kebebasan tersebut. Dan seperti halnya negara-negara lain yang memiliki kemudahan mengakses media (dalam hal ini internet), maka dengan sendirinya akan semakin banyak content-content yang bukan hanya dibuat di luar Filipina, akan tetapi juga dibuat oleh masyarakat Filipina itu sendiri.

Kehidupan kaum muda di Filipina yang dinamis dan bebas, semakin memperkokoh image kebebasan tersebut, di mana kemudahan mengakses internet bukan lagi sesuatu hal yang baru hingga akhirnya melahirkan blogger-blogger (orang-orang yang menulis melalui media yang disebut blog) Filipina dari semua kalangan usia. Namun, kebebasan tetap harus memiliki batasan yang jelas yang mengatur agar tidak menyimpang dan merugikan pihak lain, karena kegiatan berekspresi ini bukan tidak mungkin akan membuat atau membangun opini baru yang celakanya tidak diterima oleh pihak lain. Dan juga kemudahan dalam hal mengakses informasi, jika tidak di atur dalam UU akan menimbulkan efek-efek negatif dari informasi tersebut.

Meskipun Pemerintah Filipina telah mengatur kebebasan dalam hal berekspresi dan mengakses informasi dalam bentuk UU ITE, namun dalam prakteknya pasal-pasal ini jarang dipakai untuk menjerat media terutama blogger. Hal ini dikarenakan UU Kejahatan Siber (Cybercrime) mendapat gugatan hukum dari jurnalis dan aktivis HAM menyangkut definisi umum provokasi online, hukuman berat hingga 12 tahun penjara serta besarnya investigasi aparat yang dinilai dapat melanggar privasi seseorang. Dan sebagai akibatnya Parlemen Filipina melakukan penyusunan dan pengkajian ulang Rancangan UU Tindak Pidana IT, yaitu RUU kejahatan online dan RUU sensor internet.

Selain itu sisi kelam dari kebebasan media telah membuat banyak wartawan media menjadi korban, setidaknya 73 wartawan Filipina tewas dalam koneksi langsung ke pekerjaan mereka sejak tahun 1992, dan hal ini menjadikan Filipina sebagai negara yang paling mematikan kedua di dunia bagi pers. Kejadian demi kejadian penembakan terhadap kaum jurnalis ini membuat kelompok jurnalis bersama dengan NGO dan masyarakat mengkampanyekan tuntutan mereka untuk mengusut tuntas kasus pembunuhan wartawan yang terjadi dan mengambil tindakan serius untuk mengatasinya.

Fenomena-fenomena ini menunjukkan bahwa sebuah kebebasan harus diikuti oleh tanggung jawab, karena bukan saja bisa menyebabkan terbentuknya opini akan tetapi ada kewajiban untuk ikut memberikan pembelajaran pada masyarakat. Atas dasar inilah, maka diperlukan UU untuk mengatur batasan-batasan kebebasan tersebut agar mendidik pengguna kebebasan tersebut untuk lebih hati-hati.

Dan dalam rangkaian kegiatan menuju Komunitas ASEAN 2015 mendatang, Filipina dengan kebebasannya dalam berekspresi baik dalam bentuk tulisan maupun aspirasi dan kemudahan dalam mengakses media informasi dengan aturan-aturan yang benar serta bertanggung jawab, akan menjadi contoh bagi negara-negara ASEAN lain yang masih mengekang kebebasan masyarakat di negaranya. Bahwa kebebasan bukanlah sesuatu hal yang harus ditakuti, karena seiring berjalannya waktu masyarakat akan mendapat pola yang benar tentang batasan-batasan kebebasannya dan dengan sendirinya akan merangsang daya kompentensi masyarakat untuk hidup yang lebih baik. Karena meningkatkan kompentensi masyarakat merupakan suatu hal yang penting menjelang berbaurnya masyarakat ASEAN dalam satu komunitas, agar tidak terjadi ketimpangan.

Sumber tulisan :

  1. http://www.sayangi.com
  2. http://indo.wsj.com
  3. http://hermansaksono.com
  4. http://wsantoso.tripod.com
  5. http://id.wikipedia.or.id
Mutia Erlisa Karamoy
Mutia Erlisa Karamoy Mom of 3 | Lifestyle Blogger | Web Content Writer | Digital Technology Enthusiast | Another Blog bundadigital.my.id | Contact: elisakaramoy30@gmail.com

Posting Komentar untuk "MABUHAY FILIPINA, DI ANTARA KEBEBASAN DAN KEHATI-HATIAN"